Bagaimana Mengganti Hutang Shalat Yang Sudah Mencapai Puluhan
Apa kabar Sahabat Baca dan Sebarkan ? Kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk Anda baca dan ambil informasi didalamnya. Mudah-mudahan isi postingan
Artikel cara,
Artikel hutang,
Artikel mengganti,
Artikel sholat, yang kami tulis ini dapat Anda pahami. Baiklah, selamat membaca.
Judul : Bagaimana Mengganti Hutang Shalat Yang Sudah Mencapai Puluhan
Link : Bagaimana Mengganti Hutang Shalat Yang Sudah Mencapai Puluhan
Anda sekarang membaca artikel dengan alamat link https://bacasebar.blogspot.com/2016/10/bagaimana-mengganti-hutang-shalat-yang.html
Judul : Bagaimana Mengganti Hutang Shalat Yang Sudah Mencapai Puluhan
Link : Bagaimana Mengganti Hutang Shalat Yang Sudah Mencapai Puluhan
Tanya: ustadz, aku terdapat sebagian persoalan tentang mengqodho’ shalat:
gimana hukum mengubah ataupun mengqadha’ shalat bagi para fuqaha’?
gimana tata trik mengqadha’ ataupun mengubah sholat yang ditinggalkan baik yang disengaja ataupun tidak disengaja? mohon penjelasannya secara rinci
sepanjang ini bila aku meninggalkan sholat baik disengaja maupun tidak, aku tidak sempat mengubahnya, apakah aku wajib mengubah shalat - shalat tersebut yang sudah berlangsung sepanjang puluhan itu?
jawab: alhamdulillah, disitat dari rumah fiqih. mengqadha’ shalat maksudnya mengubah shalat yang terlampaui dari waktunya. hukumnya harus dikerjakan, karena shalat yang terlampaui waktunya tidak gugur kewajibannya.
dalil shalat qadha
terdapat sebagian hadits yang jadi dasar wajibnya shalat qadha, antara lain
hadits shahih bukhari
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ قَالَ مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لا كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ وَأَقِمْ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
dari anas bin malik dari nabi saw bersabda, ”siapa yang terlupa shalat, hingga jalani shalat kala dia ingat dan juga tidak terdapat tebusan kecuali melakukan shalat tersebut dan juga dirikanlah shalat buat mengingat - ku. (hr. bukhari)
praktek nabi saw mengqadha’ 4 waktu shalat dalam perang khandaq
apa yang dicoba oleh rasulullah saw kala meninggalkan 4 waktu shalat, ialah dzhuhur, ashar, maghrib dan juga isya kala berkecamuk perang khandaq di tahun kelima hijriyah.
عَنْ نَاِفع عَنْ أَبِي عُبَيْدَة بنِ عَبْدِ الله قَالَ : قاَلَ عَبْدُ الله : إِنَّ الْمُشْرِكِينَ شَغَلُوا رَسُولَ اللَّهِ عَنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى ذَهَبَ مِنَ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ
dari nafi’ dari abi ubaidah bin abdillah, telah mengatakan abdullah, ”sesungguhnya orang - orang musyrik telah menyibukkan rasulullah saw sampai - sampai tidak dapat mengerjakan 4 shalat kala perang khandaq sampai malam hari telah amat hitam. setelah itu dia saw memerintahkan bilal buat melantunkan adzan diteruskan iqamah. hingga rasulullah saw mengerjakan shalat dzuhur. setelah itu iqamah lagi dan juga dia mengerjakan shalat ashar. setelah itu iqamah lagi dan juga dia mengerjakan shalat maghrib. dan juga setelah itu iqamah lagi dan juga dia mengerjakan shalat isya. ” (hr. at - tirmizy dan juga annasa’i)
praktek nabi saw mengqadha shalat shubuh sepulang dari perang khaibar
tidak hanya itu pula apa yang dicoba oleh rasulullah saw kala tertidur dan juga habis waktu shubuh dikala terpelihara dikala kembali dari perang khaibar di tahun ketujuh hijriyah.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلاةِ. قَالَ بِلالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلالٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلالُ أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَيَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ يَا بِلالُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلاةِ فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى
dari abdullah bin abi qatadah dari bapaknya mengatakan, ”kami sempat berjalan berbarengan nabi saw pada sesuatu malam. sebagian kalangan kemudian mengatakan, “wahai rasulullah, sekiranya kamu ingin rehat sebentar berbarengan kami? ” dia menanggapi: “aku takut kamu tertidur sampai - sampai terlewatkan shalat. ” bilal mengatakan, “aku hendak membangunkan kamu. ” hingga mereka juga tiduran, sebaliknya bilal bersandar pada hewan tunggangannya. tetapi nyatanya kerasa kantuk mengalahkannya dan juga kesimpulannya bilal juga tertidur. kala nabi saw terbangun nyatanya matahari sudah terbit, hingga dia juga bersabda: “wahai bilal, mana fakta yang kau ucapkan! ” bilal menanggapi: “aku belum sempat sekalipun merasakan kantuk serupa ini sebelumnya. ” dia kemudian bersabda: “sesungguhnya allah azza wa jalla memegang ruh - ruh kamu setimpal kehendak - nya dan juga mengembalikannya kepada kamu sekehendak - nya pula. wahai bilal, berdiri dan juga adzanlah (umumkan) kepada orang - orang buat shalat! ” setelah itu dia saw berwudhu, kala matahari meninggi dan juga nampak cahaya putihnya, dia juga berdiri melakukan shalat. ” (hr. al - bukhari)
mazhab as - syafi’iyah
asy - syairazi (w. 476 h) salah satu ulama referensi dalam mazhab asy - syafi’iyah menuliskan di dalam kitabnya al - muhadzdzab bagaikan berikut :
ومن وجبت عليه الصلاة فلم يصل حتى فات الوقت لزمه قضاؤها
orang yang harus mengerjakan shalat tetapi belum mengerjakannya sampai terlampaui waktunya, hingga wajiblah atasnya buat mengqadha’nya.
an - nawawi (w. 676 h) salah satu muhaqqiq terbanyak dalam mazhab asy - syafi’iyah menuliskan di dalam kitabnya al - majmu’ syarah al - muhadzdzab bagaikan berikut :
من لزمه صلاة ففاتته لزمه قضاؤها سواء فاتت بعذر أو بغيره فإن كان فواتها بعذر كان قضاؤها على التراخي ويستحب أن يقضيها على الفور
orang yang harus atasnya shalat tetapi melupakannya, hingga harus atasnya buat mengqadha’nya, baik terlampaui karna udzur ataupun tanpa udzur. apabila terlewatnya karna udzur boleh mengqadha’nya dengan ditunda tetapi apabila dipercepat hukumnya mustahab.
ada juga shalat 5 waktu yang telah diresmikan dengan nash dan juga ijma’m kalau orang yang memiliki udzur baik tidur, kurang ingat ataupun ghalabatul ‘aqli harus mengerjakannya begitu udzurnya sudah lenyap.
mengubah shalat yang terencana ditinggalkan
segala ulama setuju kalau whatever latar balik yang mendasari seorang meninggalkan shalat fardhu, baik karna terencana ataupun karna terdapat udzur yang syar’i, namun kewajiban buat mengubahnya senantiasa berlaku. oleh karna itu tidak terdapat kelainannya dalam urusan tata trik menggqadha’nya.
tetapi terdapat sedikit catatan yang butuh dikenal, ialah :
mazhab asy - syafi’i membolehkan menunda qadha’ apabila karna udzur
lazimnya para ulama setuju kalau menggaqadha’ shalat itu harus lekas dikerjakan, begitu seorang telah terlepas dari udzur yang menghambatnya. semisal, kala terlampaui gara - gara tertidur ataupun terlupa, hingga harus lekas mengerjakan shalat begitu bangun dari tidur ataupun teringat. dan juga perihal ini pula berlaku buat orang yang secara terencana meninggalkan shalat fardhu tanpa udzur.
tetapi spesial dalam pemikiran mazhab asy - syafi’iyah, apabila seorang memiliki udzur yang sangat syar’i kala meninggalkan shalat, dibolehkan buat menunda qadha’nya dan juga tidak wajib lekas dilaksanakan dikala itu pula. dalam perihal ini kewajiban qadha’ shalat itu bertabiat tarakhi (تراخي).
namun apabila karena terlewatnya tidak diterima secara syar’i, serupa karna lalai, malas, dan juga menunda - nunda waktu, hingga diutamakan shalat qadha’ buat lekas dilaksanakan secepatnya.
bolehnya menunda shalat qadha’ yang terlampaui dalam mazhab ini bersumber pada hadits shahih yang diriwayatkan oleh al - bukhari berikut ini :
لاَ ضَيْرَ – أَوْ لاَ يَضِيرُ – ارْتَحِلُوا فَارْتَحَل فَسَارَ غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ نَزَل فَدَعَا بِالْوَضُوءِ فَتَوَضَّأَ وَنُودِيَ بِالصَّلاَةِ فَصَلَّى بِالنَّاسِ
rasulullah dia menanggapi, ”tidak mengapa”, ataupun ” tidak jadi soal”. “lanjutkan ekspedisi kalian”. hingga dia saw juga berjalan sampai tidak sangat jauh, dia turun dan juga memohon wadah air dan juga berwudhu. setelah itu diserukan (adzan) buat shalat dan juga dia saw mengimami orang - orang. (hr. bukhari).
ibnu hazm menyendiri tentang tidak terdapat qadha’ bahwa terencana meninggalkan shalat
ibnu hazm (w. 456 h) menuliskan di dalam kitabnya, al - muhalla bi atsar, kalau orang yang meninggalkan shalat dengan terencana, tidak butuh mengubah shalat yang ditinggalkannya secara terencana.
وأما من تعمد ترك الصلاة حتى خرج وقتها فهذا لا يقدر على قضائها أبدا فليكثر من فعل الخير وصلاة التطوع ليثقل ميزانه يوم القيامة وليتب وليستغفر الله عز وجل
orang yang terencana meninggalkan shalat sampai keluar dari waktunya, hingga tidak dihitung qadha’nya selamanya. hingga ia perbanyak amal kebaikan dan juga shalat sunnah buat meringankan timbangan amal buruknya di hari kiamat, kemudian ia bertaubat dan juga memohon ampun kepada allah swt.
sangat banyak meninggalkan shalat, apakah senantiasa harus ditukar?
tidak terdapat satupun ulama yang berkata kalau apabila shalat yang terlampaui itu sangat banyak jumlahnya, lalu kewajiban qadha’nya jadi gugur. terlebih lagi ibnu hazm yang sepanjang ini berubah dengan seluruh ulama yang terdapat, pula tidak memandang gugurnya kewajiban qadha apabila dalihnya cuma karna jumlahnya sangat banyak. buat dia, apabila terencana meninggalkan shalat, gugurlah kewajiban qadha’.
oleh karna seperti itu hingga lazimnya para ulama setuju kalau ingin banyak ataupun sedikit shalat yang ditinggalkan, senantiasa aja harus buat dikerjakan. terlebih lagi ibnu qudamah dari mazhab al - hanabilah mengatakan tentang kewajiban menyibukkan diri dalam rangka mengqadha’ shalat yang sangat banyak ditinggalkan.
إذا كثرت الفوائت عليه يتشاغل بالقضاء ما لم يلحقه مشقة في بدنه أو ماله
apabila shalat yang ditinggalkan sangat banyak hingga harus menyibukkan diri buat menqadha’nya, sepanjang tidak jadi masyaqqah pada badan ataupun hartanya.
terlebih lagi ibnu taimiyah sekalipun pula senantiasa mengharuskan qadha’ shalat walaupun sudah sangat banyak. dalam fatwanya dia tegas mengatakan perihal itu :
فإن كثرت عليه الفوائت وجب عليه أن يقضيها بحيث لا يشق عليه في نفسه أو أهله أو ماله
apabila shalat yang terlampaui itu banyak jumlahnya hingga harus atasnya buat mengqadha’nya, selaam tidak memberatkannya baik untuk pribadinya, keluarganya ataupun hartanya.
apa yang disebutkan oleh ibnu qudamah dan juga ibnu taimiyah itu pula didukung oleh seluruh ulama yang lain. kalau walaupun hutang shalat itu banyak, bukan berarti kewajiban buat mengqadha’nya jadi gugur.
karena logikanya, bahwa buat satu shalat yang ditinggalkan itu harus ditukar, gimana bisa jadi kala jumlah hutangnya lebih banyak malah tidak butuh ditukar? bahwa hutang uang seratus ribu harus ditukar, masak hutang seratus juta tidak butuh ditukar? bahwa begitu mendingan kita berhutang yang banyak aja sekaligus, supaya gugur kewajiban membayar hutangnya.
(sumber: wajibbaca. net)
gimana hukum mengubah ataupun mengqadha’ shalat bagi para fuqaha’?
gimana tata trik mengqadha’ ataupun mengubah sholat yang ditinggalkan baik yang disengaja ataupun tidak disengaja? mohon penjelasannya secara rinci
sepanjang ini bila aku meninggalkan sholat baik disengaja maupun tidak, aku tidak sempat mengubahnya, apakah aku wajib mengubah shalat - shalat tersebut yang sudah berlangsung sepanjang puluhan itu?
jawab: alhamdulillah, disitat dari rumah fiqih. mengqadha’ shalat maksudnya mengubah shalat yang terlampaui dari waktunya. hukumnya harus dikerjakan, karena shalat yang terlampaui waktunya tidak gugur kewajibannya.
dalil shalat qadha
terdapat sebagian hadits yang jadi dasar wajibnya shalat qadha, antara lain
hadits shahih bukhari
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ قَالَ مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لا كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ وَأَقِمْ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
dari anas bin malik dari nabi saw bersabda, ”siapa yang terlupa shalat, hingga jalani shalat kala dia ingat dan juga tidak terdapat tebusan kecuali melakukan shalat tersebut dan juga dirikanlah shalat buat mengingat - ku. (hr. bukhari)
praktek nabi saw mengqadha’ 4 waktu shalat dalam perang khandaq
apa yang dicoba oleh rasulullah saw kala meninggalkan 4 waktu shalat, ialah dzhuhur, ashar, maghrib dan juga isya kala berkecamuk perang khandaq di tahun kelima hijriyah.
عَنْ نَاِفع عَنْ أَبِي عُبَيْدَة بنِ عَبْدِ الله قَالَ : قاَلَ عَبْدُ الله : إِنَّ الْمُشْرِكِينَ شَغَلُوا رَسُولَ اللَّهِ عَنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى ذَهَبَ مِنَ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ
dari nafi’ dari abi ubaidah bin abdillah, telah mengatakan abdullah, ”sesungguhnya orang - orang musyrik telah menyibukkan rasulullah saw sampai - sampai tidak dapat mengerjakan 4 shalat kala perang khandaq sampai malam hari telah amat hitam. setelah itu dia saw memerintahkan bilal buat melantunkan adzan diteruskan iqamah. hingga rasulullah saw mengerjakan shalat dzuhur. setelah itu iqamah lagi dan juga dia mengerjakan shalat ashar. setelah itu iqamah lagi dan juga dia mengerjakan shalat maghrib. dan juga setelah itu iqamah lagi dan juga dia mengerjakan shalat isya. ” (hr. at - tirmizy dan juga annasa’i)
praktek nabi saw mengqadha shalat shubuh sepulang dari perang khaibar
tidak hanya itu pula apa yang dicoba oleh rasulullah saw kala tertidur dan juga habis waktu shubuh dikala terpelihara dikala kembali dari perang khaibar di tahun ketujuh hijriyah.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلاةِ. قَالَ بِلالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلالٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلالُ أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَيَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ يَا بِلالُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلاةِ فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى
dari abdullah bin abi qatadah dari bapaknya mengatakan, ”kami sempat berjalan berbarengan nabi saw pada sesuatu malam. sebagian kalangan kemudian mengatakan, “wahai rasulullah, sekiranya kamu ingin rehat sebentar berbarengan kami? ” dia menanggapi: “aku takut kamu tertidur sampai - sampai terlewatkan shalat. ” bilal mengatakan, “aku hendak membangunkan kamu. ” hingga mereka juga tiduran, sebaliknya bilal bersandar pada hewan tunggangannya. tetapi nyatanya kerasa kantuk mengalahkannya dan juga kesimpulannya bilal juga tertidur. kala nabi saw terbangun nyatanya matahari sudah terbit, hingga dia juga bersabda: “wahai bilal, mana fakta yang kau ucapkan! ” bilal menanggapi: “aku belum sempat sekalipun merasakan kantuk serupa ini sebelumnya. ” dia kemudian bersabda: “sesungguhnya allah azza wa jalla memegang ruh - ruh kamu setimpal kehendak - nya dan juga mengembalikannya kepada kamu sekehendak - nya pula. wahai bilal, berdiri dan juga adzanlah (umumkan) kepada orang - orang buat shalat! ” setelah itu dia saw berwudhu, kala matahari meninggi dan juga nampak cahaya putihnya, dia juga berdiri melakukan shalat. ” (hr. al - bukhari)
mazhab as - syafi’iyah
asy - syairazi (w. 476 h) salah satu ulama referensi dalam mazhab asy - syafi’iyah menuliskan di dalam kitabnya al - muhadzdzab bagaikan berikut :
ومن وجبت عليه الصلاة فلم يصل حتى فات الوقت لزمه قضاؤها
orang yang harus mengerjakan shalat tetapi belum mengerjakannya sampai terlampaui waktunya, hingga wajiblah atasnya buat mengqadha’nya.
an - nawawi (w. 676 h) salah satu muhaqqiq terbanyak dalam mazhab asy - syafi’iyah menuliskan di dalam kitabnya al - majmu’ syarah al - muhadzdzab bagaikan berikut :
من لزمه صلاة ففاتته لزمه قضاؤها سواء فاتت بعذر أو بغيره فإن كان فواتها بعذر كان قضاؤها على التراخي ويستحب أن يقضيها على الفور
orang yang harus atasnya shalat tetapi melupakannya, hingga harus atasnya buat mengqadha’nya, baik terlampaui karna udzur ataupun tanpa udzur. apabila terlewatnya karna udzur boleh mengqadha’nya dengan ditunda tetapi apabila dipercepat hukumnya mustahab.
ada juga shalat 5 waktu yang telah diresmikan dengan nash dan juga ijma’m kalau orang yang memiliki udzur baik tidur, kurang ingat ataupun ghalabatul ‘aqli harus mengerjakannya begitu udzurnya sudah lenyap.
mengubah shalat yang terencana ditinggalkan
segala ulama setuju kalau whatever latar balik yang mendasari seorang meninggalkan shalat fardhu, baik karna terencana ataupun karna terdapat udzur yang syar’i, namun kewajiban buat mengubahnya senantiasa berlaku. oleh karna itu tidak terdapat kelainannya dalam urusan tata trik menggqadha’nya.
tetapi terdapat sedikit catatan yang butuh dikenal, ialah :
mazhab asy - syafi’i membolehkan menunda qadha’ apabila karna udzur
lazimnya para ulama setuju kalau menggaqadha’ shalat itu harus lekas dikerjakan, begitu seorang telah terlepas dari udzur yang menghambatnya. semisal, kala terlampaui gara - gara tertidur ataupun terlupa, hingga harus lekas mengerjakan shalat begitu bangun dari tidur ataupun teringat. dan juga perihal ini pula berlaku buat orang yang secara terencana meninggalkan shalat fardhu tanpa udzur.
tetapi spesial dalam pemikiran mazhab asy - syafi’iyah, apabila seorang memiliki udzur yang sangat syar’i kala meninggalkan shalat, dibolehkan buat menunda qadha’nya dan juga tidak wajib lekas dilaksanakan dikala itu pula. dalam perihal ini kewajiban qadha’ shalat itu bertabiat tarakhi (تراخي).
namun apabila karena terlewatnya tidak diterima secara syar’i, serupa karna lalai, malas, dan juga menunda - nunda waktu, hingga diutamakan shalat qadha’ buat lekas dilaksanakan secepatnya.
bolehnya menunda shalat qadha’ yang terlampaui dalam mazhab ini bersumber pada hadits shahih yang diriwayatkan oleh al - bukhari berikut ini :
لاَ ضَيْرَ – أَوْ لاَ يَضِيرُ – ارْتَحِلُوا فَارْتَحَل فَسَارَ غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ نَزَل فَدَعَا بِالْوَضُوءِ فَتَوَضَّأَ وَنُودِيَ بِالصَّلاَةِ فَصَلَّى بِالنَّاسِ
rasulullah dia menanggapi, ”tidak mengapa”, ataupun ” tidak jadi soal”. “lanjutkan ekspedisi kalian”. hingga dia saw juga berjalan sampai tidak sangat jauh, dia turun dan juga memohon wadah air dan juga berwudhu. setelah itu diserukan (adzan) buat shalat dan juga dia saw mengimami orang - orang. (hr. bukhari).
ibnu hazm menyendiri tentang tidak terdapat qadha’ bahwa terencana meninggalkan shalat
ibnu hazm (w. 456 h) menuliskan di dalam kitabnya, al - muhalla bi atsar, kalau orang yang meninggalkan shalat dengan terencana, tidak butuh mengubah shalat yang ditinggalkannya secara terencana.
وأما من تعمد ترك الصلاة حتى خرج وقتها فهذا لا يقدر على قضائها أبدا فليكثر من فعل الخير وصلاة التطوع ليثقل ميزانه يوم القيامة وليتب وليستغفر الله عز وجل
orang yang terencana meninggalkan shalat sampai keluar dari waktunya, hingga tidak dihitung qadha’nya selamanya. hingga ia perbanyak amal kebaikan dan juga shalat sunnah buat meringankan timbangan amal buruknya di hari kiamat, kemudian ia bertaubat dan juga memohon ampun kepada allah swt.
sangat banyak meninggalkan shalat, apakah senantiasa harus ditukar?
tidak terdapat satupun ulama yang berkata kalau apabila shalat yang terlampaui itu sangat banyak jumlahnya, lalu kewajiban qadha’nya jadi gugur. terlebih lagi ibnu hazm yang sepanjang ini berubah dengan seluruh ulama yang terdapat, pula tidak memandang gugurnya kewajiban qadha apabila dalihnya cuma karna jumlahnya sangat banyak. buat dia, apabila terencana meninggalkan shalat, gugurlah kewajiban qadha’.
oleh karna seperti itu hingga lazimnya para ulama setuju kalau ingin banyak ataupun sedikit shalat yang ditinggalkan, senantiasa aja harus buat dikerjakan. terlebih lagi ibnu qudamah dari mazhab al - hanabilah mengatakan tentang kewajiban menyibukkan diri dalam rangka mengqadha’ shalat yang sangat banyak ditinggalkan.
إذا كثرت الفوائت عليه يتشاغل بالقضاء ما لم يلحقه مشقة في بدنه أو ماله
apabila shalat yang ditinggalkan sangat banyak hingga harus menyibukkan diri buat menqadha’nya, sepanjang tidak jadi masyaqqah pada badan ataupun hartanya.
terlebih lagi ibnu taimiyah sekalipun pula senantiasa mengharuskan qadha’ shalat walaupun sudah sangat banyak. dalam fatwanya dia tegas mengatakan perihal itu :
فإن كثرت عليه الفوائت وجب عليه أن يقضيها بحيث لا يشق عليه في نفسه أو أهله أو ماله
apabila shalat yang terlampaui itu banyak jumlahnya hingga harus atasnya buat mengqadha’nya, selaam tidak memberatkannya baik untuk pribadinya, keluarganya ataupun hartanya.
apa yang disebutkan oleh ibnu qudamah dan juga ibnu taimiyah itu pula didukung oleh seluruh ulama yang lain. kalau walaupun hutang shalat itu banyak, bukan berarti kewajiban buat mengqadha’nya jadi gugur.
karena logikanya, bahwa buat satu shalat yang ditinggalkan itu harus ditukar, gimana bisa jadi kala jumlah hutangnya lebih banyak malah tidak butuh ditukar? bahwa hutang uang seratus ribu harus ditukar, masak hutang seratus juta tidak butuh ditukar? bahwa begitu mendingan kita berhutang yang banyak aja sekaligus, supaya gugur kewajiban membayar hutangnya.
(sumber: wajibbaca. net)
Demikianlah Artikel Bagaimana Mengganti Hutang Shalat Yang Sudah Mencapai Puluhan
Mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. Baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel dengan alamat link https://bacasebar.blogspot.com/2016/10/bagaimana-mengganti-hutang-shalat-yang.html
0 Response to "Bagaimana Mengganti Hutang Shalat Yang Sudah Mencapai Puluhan"
Post a Comment