KADERISASI DAN ‘UQUBAH

Apa kabar Sahabat Baca dan Sebarkan ? Kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk Anda baca dan ambil informasi didalamnya. Mudah-mudahan isi postingan Artikel Kolom Musyafa Ahmad Rahim, yang kami tulis ini dapat Anda pahami. Baiklah, selamat membaca.

Judul : KADERISASI DAN ‘UQUBAH
Link : KADERISASI DAN ‘UQUBAH

Baca juga



KADERISASI DAN ‘UQUBAH

Oleh: Ust. Musyafa' Abdur Rahim
(Mantan Ketua Kaderisasi DPP PKS)

Kaderisasi, baik pelaksana maupun pengelola, adalah “lembaga” yang mendapatkan tanggung jawab untuk melakukan pembinaan anggota (kader).

Karena tugas inilah, maka kaderisasi dipahami sebagai “lembaga” yang paling mengerti tentang anggota (kader), termasuk rahasia-rahasia khas anggota.

Diskusi menjadi menarik saat kaderisasi dihadapkan kepada “masalah” anggota (kader). Menarik, karena, dia (kaderisasi) adalah “lembaga” yang menjalankan beberapa peran sekaligus, diantaranya:

1.  Dia (kaderisasi) adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan ‘ilaj (terapi) atas permasalahan yang terjadi.

2.  Namun, dia (kaderisasi) juga bertanggung jawab untuk menjaga “kerahasiaan” “masalah” anggota tersebut, baik menurut sudut pandang syari’ah, maupun menurut sudut pandang organisasi.

3.  Hal ini karena ada banyak hak yang membuat kaderisasi menjadi tumpuhan dan tumpahan atas berbagai masalah kader, hak sebagai orang tua, sebagai guru, sebagai syekh dan sebagai qaid (panglima).

Lebih menarik lagi adalah pertanyaan yang muncul kemudian, yaitu: bolehkah kaderisasi berubah menjadi “pengadu” untuk suatu proses ‘uqubah (penjatuhan sanksi)? sementara dia (kaderisasi), sebagaimana telah dijelaskan di atas, adalah tumpuhan dan tumpahan berbagai masalah, yang berarti juga tumpuhan dan tumpahan berbagai rahasia??!!

Terkait dengan pertanyaan terakhir ini, marilah kita dalami adabiyyat (pakem) berikut:

... ثُمَّ بَعْدَ ذَلِكَ لِيَنْصَحْ كُلٌّ مِنْكُمْ أَخَاهُ مَتَى رَأَى فِيْهِ عَيْبًا ... وَلْيَحْذَرِ النَّاصِحُ أَنْ يَتَغَيَّرَ قَلْبُهُ عَلَى أَخِيْهِ الْمَنْصُوْحِ بِمِقْدَارِ شَعْرَةٍ، وَلْيَحْذَرْ أَنْ يُشْعِرَ بِانْتِقَاصِهِ، أَوْ بِتَفْضِيْلِ نَفْسِهِ عَلَيْهِ، وَلَكِنَّهُ يَتَسَتَّرُ عَلَيْهِ شَهْرًا كَامِلًا، وَلَا يُخْبِرُ بِمَا لَاحَظَهُ أَحَدًا إِلَّا رَئِيْسَ الْأُسْرَةِ وَحْدَهُ إِذَا عَجِزَ عَنِ الْإِصْلَاحِ، ثُمَّ لَا يَزَالُ بَعْدَ ذَلِكَ عَلَى حُبِّهِ لِأَخِيْهِ وَتَقْدِيْرِهِ إِيَّاهُ وَمَوَدَّتِهِ لَهُ ... فَإِنَّ مَرْتَبَةَ الْحُبِّ فِي اللهِ هِيَ أَعْلَى الْمَرَاتِبِ ... وَيَصْرِفُ عَنَّا وَعَنْكُمْ كَيْدَ الشَّيْطَانِ

Mari kita selami dan dalami kutipan di atas:

1.  Kutipan di atas adalah bagian (sekali lagi bagian) dari penjelasan tentang Rukun Tafahum. Titik titik tiga menjelaskan tentang adanya bagian yang tidak dikutip, karena “tidak relevan” dengan tema yang dibahas.

2.  Rukun tafahum adalah rukun kedua dari tiga rukun yang menjadi tanggung jawab kaderisasi untuk merealisasikan dan mewujudkannya.

3.  Dalam menjalankan tanggung jawabnya, terkadang kaderisasi dihadapkan kepada suatu “masalah”.

4.  Saat kaderisasi dihadapkan kepada suatu “masalah”, apa yang mesti dilakukannya?

5.  Yang mesti dilakukan oleh kaderisasi adalah:
a.  Memberi nasihat. Namun…

b.  Jangan sampai hati pemberi nasihat berubah kepada si pemilik “masalah”, meskipun perubahan itu hanya serambut saja.

c.  Jangan sampai, si pemberi nasihat mengesankan mengecilkan, atau meremehkan dan semacamnya.

d.  Jangan sampai juga si pemberi nasihat memberi kesan mengunggulkan dirinya atas yang diberi nasihat.

e.  Menutup rapat “masalah” (yatasattar ‘alaih).

f.  Termasuk, tidak memberitahukan dan membuka “masalah” itu kepada siapa pun, selama ia (kaderisasi) memandang bahwa masih ada celah atau kesempatan atau peluang untuk melakukan perbaikan (‘ilaj).

g.  Kalau “terpaksa” harus membuka masalah itu kepada pihak-pihak terkait, maka, pembukaan itupun harus tetap dalam kontek melakukan perbaikan (‘ilaj) dan bukan dalam kontek pengaduan. Sekali lagi, bukan dalam kontek pengaduan.

h.  Pihak pemberi nasihat, dan atau kaderisasi yang mengetahui “masalah” anggota (kader) tersebut tetap berkewajiban untuk:
1. Mencintai anggota (kader) yang “bermasalah” tersebut.
2. Menghargainya (memandangnya sebagai anggota/kader yang berharga), dan
3. Menyayanginya.
Sebab, tingkatan cinta, adalah tingkatan yang paling tinggi.

i.  Pihak pemberi nasihat dan atau kaderisasi yang mengetahui anggota (kader) yang “bermasalah” tersebut, jangan sampai terpedaya oleh syetan. Keterpedayaan ini bisa mewujud dalam berbagai hal, diantaranya: membuka dan mengumbar rahasianya kepada khalayak (publik), atau pihak kaderisasi berubah posisi dari meng-‘ilaj berubah menjadi “pengadu”.

___
Catatan (admin): Pada sidang gugatan pemecatan di PN Jaksel, Senin (3/10/2016), Fahri Hamzah menanyakan siapa yang mengadukan dirinya ke BPDO. Sekretaris BPDO DPP PKS Iman Nugraha yang hadir sebagai saksi menyatakan pihak yang mengadukan Fahri Hamzah adalah Amang Syafrudin, Ketua Kaderisasi DPP PKS.



Demikianlah Artikel KADERISASI DAN ‘UQUBAH

Mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. Baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel dengan alamat link https://bacasebar.blogspot.com/2016/10/kaderisasi-dan-uqubah.html

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

0 Response to "KADERISASI DAN ‘UQUBAH"

Post a Comment